This is
my first experience in national event. To be honest, I never think and dream
about it. I just told myself that I want to going “by plane” someday. But allah has a big
plan to me. Allah choose me to join “Nursing, Midwife, Dental Nursing and
Nutrition Student Competition”. On 5th May 2017, I went to Tasikmalaya by plane
and be participant in this competition. At there I have many friends from each
province of Indonesia and I had many experience. To be honest, first I feel not
confidence with my self but my lectures and my MOM always said like that “please
trust with yourself, not see someone from their appearance because you can’t judge someone
from what you see. So you must positive thinking, and say to your mind if you
absolutly can do it!” . I always remember this advice and because of it i can
be compidence to myself. This Competition has 3 level,first level about your
nursing’s knowledge, second level about your nursing’s skills and the third
level is about your speaking skill. 20 best participants from first level will
be continue to nursing’s skill level and 5 best participants from second level will
be go on third level to show their speaking skill. I just gone until nursing’s
skill/ second level because I only be 10th best participant. It’s okay for me,
because I gave the best of me, I gave all of me and just it that i can do for
my campus. I hope can join the other event like this and I hope be confidence
to myself for everything. For me, Always remember “you are depent on your mind”,
if you say you can you will can, and if you say you can’t yo will can’t
anything. And never forgot to ask pray to your parent and never pray to Allah to
ask Allah’s blessing. Thankfull to Allah for this change this is the best
experience ever. 😇
Reni Safria
Jumat, 16 Juni 2017
Rabu, 30 November 2016
Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus
A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. World
Health Organization (WHO) merumuskan bahwa DM merupakan suatu kumpulan masalah
anatomi dan kimiawi dari sejumlah faktor dimana didapati defisiensi insulin
absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Diabetes Mellitus
merupakan sekelompok kelaianan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes melitus adalah suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif, termasuk salah satu penyakit patologi. ( Hasdiana 2014)
Diabetes melitus adalah
gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neoropati.
(Yuliana Elin, dalam buku aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC-NOC, 2015).
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Berdasarkan klasifikasi dari WHO dibagi beberapa type yaitu :
a. Diabetes Mellitus type insulin,
Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama
Juvenil Onset Diabetes (JOD), penderita tergantung pada pemberian insulin
untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada
anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
b. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin
Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity
Onset Diabetes (MOD) terbagi dua yaitu : 1.) Non obesitas 2.) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi
pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
c. Diabetes Mellitus type lain
1.) Diabetes
oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan hormonal, diabetes
karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan
lain-lain.
2.) Obat-obat
yang dapat menyebabkan hiperglikemia antara lain : Furasemid, thyasida diuretic
glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3.) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan)
intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada
pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik
somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan
glukosa ke fetus
3. Etiologi
1). Diabetes Melitus tipe I
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran
sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula
lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi
sel beta.
a. Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Melitus tipe I. Kecendrungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen trasplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti
adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan.
c. Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela,
mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam
sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga,
virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya
otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa
dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan
menyebabkan DM.
d. Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel
beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin
(produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari
singkong.
2). Diabetes Melitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah:
a. Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika,
Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena
diabetes tipe II. Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu
dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak
badannya makin berkurang sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes.
b. Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II
adalah mereka yang kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan
otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau
kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity).
Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke
dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
c. Kurang Gerak Badan
Makin kurang
gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktivitas
fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi
energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah
lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai 50%.
d. Penyakit Lain
Beberapa
penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya kadar
glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes.
Penyakit-penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke,
penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berlebihan.
e. Usia
Resiko terkena
diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di atas 40 tahun.
Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami obesitas,
angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.
4. Patofisiologi
a. Diabetes tipe I.
Pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan
menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.
Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari
asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan
disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
Diabetes tipe II.
Pada diabetes tipe II terdapat dua
masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin
dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering
terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
5. Manifestasi Klinis
a.
Polifagia
(peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif yang kronik, katabolik
protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel-sel. Sering terjadi penurunan
berat badan.
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus)
akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan
dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel.
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus.
c.
Poliuria
(peningkatan pengeluaran urin), pada orang nondiabetes, semua glukosa yang
difiltrasi ke dalam urin akan diserap secara aktif kembali ke dalam darah.
Pengangkut-pengangkut glukosa di ginjal yang membawa glukosa keluar urin untuk
masuk kembali ke darah akan mengalami kejenuhan dan tidak dapat mengangkut
glukosa lebih banyak. Karena glukosa di dalam urin memiliki aktivitas osmotik,
maka air akan tertahan di dalam filtrat dan diekskresikan bersama glukosa dalam
urin sehingga terjadi poliuria.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat
katabolisme protein di dalam otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
e. Peningkatan angka infeksi akibat
peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan
penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
6. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
1)
Ketoasidosis
Diabetes
Kadar keton meningkat (ketosis) akibat
pemakaian asam-asam lemak yang hampir total untuk menghasilkan ATP. Pada
ketosis, pH turun di bawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolik dan
merangsang hiperventilasi, yang disebut pernapasan Kusmaul.
2)
Koma
Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis (KHHN)
Dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah akan menyebabkan osmolalitas plasma, yang dalam keadaan normal dikontrol secara ketat pada rentang 275-297 mOsm/L, meningkat melebihi 310 mOsm/L. Situasi ini menyebabkan berliter-liter urin, rasa haus yang hebat, defisit kalium yang parah, dan pada sekitar 15-20 % pasien, terjadi koma dan kematian.
Dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah akan menyebabkan osmolalitas plasma, yang dalam keadaan normal dikontrol secara ketat pada rentang 275-297 mOsm/L, meningkat melebihi 310 mOsm/L. Situasi ini menyebabkan berliter-liter urin, rasa haus yang hebat, defisit kalium yang parah, dan pada sekitar 15-20 % pasien, terjadi koma dan kematian.
3)
Efek
Somogyi
Ditandai
oleh penurunan unik kadar glukosa darah pada malam hari, diikuti oleh
peningkatan rebound pada paginya.
4)
Fenomena
Fajar (dawn phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5 – 9).
5)
Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau
kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit.
b. Komplikasi Kronis
Diabetes Melitus pada adsarnya
terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik).
Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu
1) Mikrovaskuler
· Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari
perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi
ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan
mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine.
· Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan
mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak
selalui disebabkan retinopati Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
· Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf
- saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf
pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan–perubahan metabolik lain dalam sintesa
atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan
perubahan kondisi saraf.
2) Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada
jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk
memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau
hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri
(arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau
stroke
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia
fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma
minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai
dari celah–celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel–sel kuku yang
tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian
juga pada daerah–daerah yang tekena trauma.
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat
terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun.
7. Pemeriksaan Diagnosa
glukosa darah
puasa
glukosa 2 jam
post prandial (2 jam PP)
glukosa darah
sewaktu
ADA (American
Diabetic Association)/WHO (World Health Organization) menetapkan
kriteria menegakkan diagnosa DM adalah bila glukosa darah sewaktu ≥ 200
mg/dl, atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.
Sebagai
persiapan, penderita diminta puasa selama 10 jam dan tidak boleh lebih.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pagi hari karena ada efek diurnal hormon
terhadap glukosa. Yang digunakan sebagai sampel biasanya serum atau plasma. Bila Whole blood yang digunakan sebagai sampel
nilai kadar glukosa umumnya lebih rendah 15% dibanding glukosa plasma atau
serum.
Bukan DM
|
Belum pasti
DM
|
DM
|
|
Kadar glukosa
darah sewaktu
|
|||
Plasma vena
|
< 100
|
100-200
|
>200
|
Darah kapiler
|
<80
|
80-200
|
>200
|
Kadar glukosa
darah puasa
|
|||
Plasma vena
|
<110
|
110-120
|
>120
|
Darah Kapiler
|
<90
|
90-110
|
>110
|
2.
Kriteria
diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/ dl
(11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8
mmol/L)
c. Glukosa plasma dan stempel yang di
ambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75gram karbohidrat (2 jam post
prandial (pp) >200 mg/dl )
3.
Tes
laboratorium DM
Jenis
test pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes pemantauan
terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
4.
Tes saring
Tes
saring pada DM adalah :
a. GDP
dengan GDS
b. Tes
glukosa urine :
·
tes
konvensional (metode reduksi/Benedict)
·
tes carik
celup (metode glucose oxidase/hexokinase)
5.
Tes
diagnostik
tes
diagnostik pada DM adalah :
a.
GDS
b. GDP
c.
GD2PP
(glukosa darah 2 jam post prandial ), glukosa jam ke 2 TTGO.
6.
Tes
monitoring terapi
Tes
monitoring terapi DM adalah :
a. GDP : Plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP : plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler
7.
Tes untuk
mendeteksi kompikasi
Tes
untuk mendeteksi kompikasi adalah :
a. Mikroalbuminuria : urin
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolesterol total : plasma vena ( puasa)
d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f. Trigliserida : plasma vena (puasa)
HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa
dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
a.
Aseton plasma (
keton ) ; Positif secara mencolok.
b.
Asam lemak
bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
c.
Osmolalitas
serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330Mosm/l
d.
Elektrolit :
Natrium :
Mungkin normal, meningkat atau menurun
Kalium : Normal
Fosfor : Lebih
sering menurun
e. Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 – 4 kali
dari normal yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4
bulanterakhir.
f.
Gas Darah
Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunanpada HCO2 ( Asidosis
Metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g.
Trombosit darah
: Hematokrit mungkin meningkat ( dehidrasi ) ;Leukositosis, hemokonsentrasi,
merupakan respon terhadap stressatau infeksi.
h.
Ureum /
kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan fungsi ginjal
).
i.
Amilase darah :
Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA.
j.
Insulin darah :
Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau normal sampai tinggi
( tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan dalam penggunaannya.
k.
Resistensi
insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan antibodi
(autoantibodi).
l.
Pemeriksaan
fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan
osmolalitas mungkin meningkat.
n.
Kultur dan
sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernapasan dan infeksi pada luka.
8. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi DM adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa
terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
1. Prinsip Pengobatan DM
- Diet
- Penyuluhan
- Exercise
(latihan fisik/olah raga)
- Obat: Oral
hipoglikemik, insulin
- Cangkok pankreas
2. Tujuan Pengobatan
- Mencegah
komplikasi akut dan kronik.
- Meningkatkan
kualitas hidup, dengan
-
Menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol, sehingga sama dengan
orang normal.
Sasaran pengontrolan kadar gula darah (KGD):
· Kadar gula darah
sebelum makan 80 – 120 mg/dl
· Kadar gula darah 2 jam
sesudah makan < 140 mg/dl
· Kadar HbA1c < 7%
- Pada
ibu hamil dengan DM, mencegah komplikasi selama hamil, persalinan, dan
komplikasi pada bayi.
3. Obat DM
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Indikasi pemakaian Obat Hipoglikemik Oral :
-
Apabila tindakan umum yang dilakukan bagi penderita diabetes berupa diet dengan
pembatasan kalori, olah raga, berhenti merokok, tidak efektif menurunkan
glukosa darah pada penderita diabetes Tipe-2
- Diabetes sesudah
umur 40 tahun
- Diabetes kurang
dari 5 tahun
- Memerlukan
insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari
- Diabetes
mellitus tipe 2, berat normal atau lebih.
Tabel 1
Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral
Golongan
|
Nama Obat
|
Mekanisme Kerja
|
Sulfonilurea
|
Klorpropamid
Glibenklamid/
Gliburida
Glipizida
Glikazida
Glimepirida
Glikuidon
|
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas,
sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang se-sel β pankreasnya
masih berfungsi dengan baik. Diberikan pada pasien DM Tipe 2 tidak gemuk.
|
Biguanida
|
Metformin
|
Bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan
produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar
pankreas. Diberikan pada pasien DM Tipe 2 gemuk.
|
Meglitinida
|
Repaglinid
|
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas.
|
Turunan
Fenilalamin
|
Nateglinid
|
Meningkatkan kecepatan insulin oleh pankreas.
|
Tiazolidindion
|
Rosiglitazon
Troglitazon
Pioglitazon
|
Meningkatkan kepekatan tubuh terhadap insulin.
Berikatan dengan peroxisome proliferators actived receptor gamma/PPAR gamma
di otot, jaringan lemak, dan hati untuk
menurunkan resistensi insulin.
|
Inhibitor α glukosidase
|
Acarbose
Migiitol
|
Menghambat kerja enzim-enzim pencernaan yang
mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke darah.
|
Dosis Obat Hipoglikemik Oral (antidiabetik) yang
sering digunakan:
-
Klorpropamid mulai dengan 0,1 gr/hari dalam sekali pemberian, maksimal 0,5
mg/hari
- Glibenklamid
mulai dengan 5 mg/hari dalam sekali pemberian, maksimal 10 mg/hari
-
Metformin mulai dengan 0,5 gr/hari dalam 2 – 3 kali pemberian, maksimal 2
g/hari.
Obat ini harus dimulai dengan dosis terkecil. Setelah
2 minggu pengobatan, dosis dapat ditingkatkan.
b. Terapi Insulin
Terapi insulin seumur hidup
merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes mellitus tipe 1. Pada diabetes
mellitus tipe 1, sel-sel β langerhans kelenjar pankreas penderita rusak,
sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka
penderita diabetes mellitus tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk
membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.
Walaupun sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak memerlukan
insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan insulin disamping terapi
hipoglikemik oral.
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan
berat badan yang cepat
2)
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3)
Ketoasidosis diabetik
4)
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5)
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6) Gagal
dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7) Stres
berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
8) Kehamilan
dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan terapi
gizi medis
9) Gangguan fungsi
ginjal atau hati yang berat
10) Kontraindikasi dan atau
alergi terhadap OHO
c. Terapi Kombinasi
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral
maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan
secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi dengan Obat
Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai, dapat diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari kelompok
yang berbeda, atau kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin. Pada pasien
yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral.
Langganan:
Postingan (Atom)