Jumat, 16 Juni 2017

Never dream it !




This is my first experience in national event. To be honest, I never think and dream about it. I just told myself that I want to going by plane” someday. But allah has a big plan to me. Allah choose me to join “Nursing, Midwife, Dental Nursing and Nutrition Student Competition”. On 5th May 2017, I went to Tasikmalaya by plane and be participant in this competition. At there I have many friends from each province of Indonesia and I had many experience. To be honest, first I feel not confidence with my self but my lectures and my MOM always said like that “please trust with yourself, not see someone from their appearance because you can’t judge someone from what you see. So you must positive thinking, and say to your mind if you absolutly can do it!” . I always remember this advice and because of it i can be compidence to myself. This Competition has 3 level,first level about your nursing’s knowledge, second level about your nursing’s skills and the third level is about your speaking skill. 20 best participants from first level will be continue to nursing’s skill level and 5 best participants from second level will be go on third level to show their speaking skill. I just gone until nursing’s skill/ second level because I only be 10th best participant. It’s okay for me, because I gave the best of me, I gave all of me and just it that i can do for my campus. I hope can join the other event like this and I hope be confidence to myself for everything. For me, Always remember “you are depent on your mind”, if you say you can you will can, and if you say you can’t yo will can’t anything. And never forgot to ask pray to your parent and never pray to Allah to ask Allah’s blessing. Thankfull to Allah for this change this is the best experience ever. 😇

Rabu, 30 November 2016

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus



A.  Konsep Dasar Diabetes Mellitus

1.   Definisi

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. World Health Organization (WHO) merumuskan bahwa DM merupakan suatu kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari sejumlah faktor dimana didapati defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelaianan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, termasuk salah satu penyakit patologi. ( Hasdiana 2014)
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neoropati. (Yuliana Elin, dalam buku aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC, 2015).

2.  Klasifikasi Diabetes Melitus

        Berdasarkan klasifikasi dari WHO dibagi beberapa type yaitu :
a. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD),  penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.  
      b. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes (MOD) terbagi dua yaitu : 1.) Non obesitas 2.) Obesitas Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas, tetapi  biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
      c. Diabetes Mellitus type lain
1.) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
2.) Obat-obat yang dapat menyebabkan hiperglikemia antara lain : Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3.)  Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus

3.  Etiologi

1). Diabetes Melitus tipe I
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
a.   Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Melitus tipe I. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen trasplantasi dan proses imun lainnya.
b.    Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan.
c.    Virus dan bakteri        
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
d.    Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
2). Diabetes Melitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II.

Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah:
a.    Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes.
b.    Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
c.    Kurang Gerak Badan
Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai 50%.
d.   Penyakit Lain
Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya kadar glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes. Penyakit-penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berlebihan.
e.    Usia
Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.

4.  Patofisiologi

a.              Diabetes tipe I.
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

5.  Manifestasi Klinis

a.   Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif yang kronik, katabolik protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel-sel. Sering terjadi penurunan berat badan.
b.  Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus.
c.   Poliuria (peningkatan pengeluaran urin), pada orang nondiabetes, semua glukosa yang difiltrasi ke dalam urin akan diserap secara aktif kembali ke dalam darah. Pengangkut-pengangkut glukosa di ginjal yang membawa glukosa keluar urin untuk masuk kembali ke darah akan mengalami kejenuhan dan tidak dapat mengangkut glukosa lebih banyak. Karena glukosa di dalam urin memiliki aktivitas osmotik, maka air akan tertahan di dalam filtrat dan diekskresikan bersama glukosa dalam urin sehingga terjadi poliuria.
d.  Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di dalam otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. 
e.  Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.

6. Komplikasi

a.       Komplikasi Akut
1)    Ketoasidosis Diabetes
Kadar keton meningkat (ketosis) akibat pemakaian asam-asam lemak yang hampir total untuk menghasilkan ATP. Pada ketosis, pH turun di bawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolik dan merangsang hiperventilasi, yang disebut pernapasan Kusmaul. 
2)   Koma Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis (KHHN)
Dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah akan menyebabkan osmolalitas plasma, yang dalam keadaan normal dikontrol secara ketat pada rentang 275-297 mOsm/L, meningkat melebihi 310 mOsm/L. Situasi ini menyebabkan berliter-liter urin, rasa haus yang hebat, defisit kalium yang parah, dan pada sekitar 15-20 % pasien, terjadi koma dan kematian.
3)   Efek Somogyi
Ditandai oleh penurunan unik kadar glukosa darah pada malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya. 
4)   Fenomena Fajar (dawn phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5 – 9).
5)   Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit.

b.      Komplikasi Kronis

1)  Mikrovaskuler
·                       Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine.
·                      Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
·                     Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan–perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.
2) Makrovaskuler
         a.   Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
         b.  Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah–daerah yang tekena trauma.
         c.   Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun.

7.  Pemeriksaan Diagnosa

Pemeriksaan glukosa darah untuk menetapkan DM meliputi :
         glukosa darah puasa
         glukosa 2 jam post prandial (2 jam PP)
         glukosa darah sewaktu
ADA (American Diabetic Association)/WHO (World Health Organization) menetapkan kriteria menegakkan diagnosa DM adalah bila glukosa darah sewaktu  ≥ 200 mg/dl, atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.
Sebagai persiapan, penderita diminta puasa selama 10 jam dan tidak boleh lebih. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pagi hari karena ada efek diurnal hormon terhadap glukosa. Yang digunakan sebagai sampel biasanya serum atau plasma. Bila Whole blood yang digunakan sebagai sampel nilai kadar glukosa umumnya lebih rendah 15% dibanding glukosa plasma atau serum.




Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu



Plasma vena
< 100
100-200
>200
Darah kapiler
<80
80-200
>200
Kadar glukosa darah puasa



Plasma vena
<110
110-120
>120
Darah Kapiler
<90
90-110
>110


2.    Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a.    Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/ dl (11,1 mmol/L)
b.    Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c.    Glukosa plasma dan stempel yang di ambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl )
3.    Tes laboratorium DM
Jenis test pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
4.    Tes saring
Tes saring pada DM adalah :
a. GDP dengan GDS
b. Tes glukosa urine :
·         tes konvensional (metode reduksi/Benedict)
·         tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase)
5.    Tes diagnostik
tes diagnostik pada DM adalah :
a.      GDS
b.     GDP
c.      GD2PP (glukosa darah 2 jam post prandial ), glukosa jam ke 2 TTGO.
6.    Tes monitoring terapi
Tes monitoring terapi DM adalah :
a.    GDP : Plasma vena, darah kapiler
b.    GD2PP : plasma vena
c.    A1c : darah vena, darah kapiler
7.    Tes untuk mendeteksi kompikasi
Tes untuk mendeteksi kompikasi adalah :
a.    Mikroalbuminuria : urin
b.    Ureum, kreatinin, asam urat
c.    Kolesterol total : plasma vena ( puasa)
d.    Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e.    Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f.    Trigliserida : plasma vena (puasa)
HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
a.    Aseton plasma ( keton ) ; Positif secara mencolok.
b.    Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
c.    Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330Mosm/l
d.   Elektrolit :
         Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun
         Kalium : Normal
         Fosfor : Lebih sering menurun
e.    Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 – 4 kali dari normal yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4 bulanterakhir.
f.     Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunanpada HCO2 ( Asidosis Metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g.    Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat ( dehidrasi ) ;Leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stressatau infeksi.
h.    Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan fungsi ginjal ).
i.      Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
j.      Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau normal sampai tinggi ( tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan dalam penggunaannya.
k.    Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan antibodi (autoantibodi).
l.      Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m.  Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n.    Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

8.  Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
1.    Prinsip Pengobatan DM
-       Diet
-       Penyuluhan
-       Exercise (latihan fisik/olah raga)
-       Obat: Oral hipoglikemik, insulin
-       Cangkok pankreas
2.    Tujuan Pengobatan
-       Mencegah komplikasi akut dan kronik.
-       Meningkatkan kualitas hidup, dengan
-       Menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol, sehingga sama dengan orang normal.
Sasaran pengontrolan kadar gula darah (KGD):
·      Kadar gula darah sebelum makan 80 – 120 mg/dl
·      Kadar gula darah 2 jam sesudah makan < 140 mg/dl
·      Kadar HbA1c < 7%
-      Pada ibu hamil dengan DM, mencegah komplikasi selama hamil, persalinan, dan komplikasi pada bayi.
3.    Obat DM
a.    Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Indikasi pemakaian Obat Hipoglikemik Oral :
-       Apabila tindakan umum yang dilakukan bagi penderita diabetes berupa diet dengan pembatasan kalori, olah raga, berhenti merokok, tidak efektif menurunkan glukosa darah pada penderita diabetes Tipe-2
-       Diabetes sesudah umur 40 tahun
-       Diabetes kurang dari 5 tahun
-       Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari
-       Diabetes mellitus tipe 2, berat normal atau lebih.
Tabel 1     Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral
Golongan
Nama Obat
Mekanisme Kerja
Sulfonilurea
Klorpropamid
Glibenklamid/
Gliburida
Glipizida
Glikazida
Glimepirida
Glikuidon
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang se-sel β pankreasnya masih berfungsi dengan baik. Diberikan pada pasien DM Tipe 2 tidak gemuk.
Biguanida
Metformin
Bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Diberikan pada pasien DM Tipe 2 gemuk.
Meglitinida
Repaglinid
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas.
Turunan
Fenilalamin
Nateglinid
Meningkatkan kecepatan insulin oleh pankreas.
Tiazolidindion
Rosiglitazon
Troglitazon
Pioglitazon
Meningkatkan kepekatan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan peroxisome proliferators actived receptor gamma/PPAR gamma di otot, jaringan lemak, dan hati untuk
menurunkan resistensi insulin.
Inhibitor α glukosidase
Acarbose
Migiitol
Menghambat kerja enzim-enzim pencernaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke darah.




Dosis Obat Hipoglikemik Oral (antidiabetik) yang sering digunakan:
-       Klorpropamid mulai dengan 0,1 gr/hari dalam sekali pemberian, maksimal 0,5 mg/hari
-      Glibenklamid mulai dengan 5 mg/hari dalam sekali pemberian, maksimal 10 mg/hari
-       Metformin mulai dengan 0,5 gr/hari dalam 2 – 3 kali pemberian, maksimal 2 g/hari.
Obat ini harus dimulai dengan dosis terkecil. Setelah 2 minggu pengobatan, dosis dapat ditingkatkan.

b.    Terapi Insulin
Terapi insulin seumur hidup merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes mellitus tipe 1. Pada diabetes mellitus tipe 1, sel-sel β langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita diabetes mellitus tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak memerlukan insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Insulin diperlukan pada keadaan :
1)        Penurunan berat badan yang cepat
2)        Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3)        Ketoasidosis diabetik
4)        Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5)        Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6)        Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7)        Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
8)       Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan terapi gizi medis
9)       Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10)     Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

c.     Terapi Kombinasi
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi dengan Obat Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda, atau kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral.